Selasa, 30 Agustus 2016

Eksistensi Tukang Gigi di Indonesia


Profesi Tukang Gigi telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan sebelum dunia Kedokteran Gigi berdiri di Indonesia. Seiring kewaspadaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan, eksistensi profesi Tukang Gigi mulai dipertanyakan. Baik itu dari segi kelayakan, pelayanan, hingga tingkat keamanan prakteknya.

Sejak awal Januari 2013, jumlah Profesi Tukang Gigi yang terdata sebanyak ± 75.000. Masih banyaknya praktek tukang gigi menandakan bahwa masyarakat kita meminati jasa Tukang Gigi. Meskipun tidak memiliki standar keamanan medis seperti Dokter Gigi, namun biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tukang gigi relatif terjangkau. Maka tak jarang jika Tukang Gigi masih melekat di hati masyarakat Indonesia.

Pelayanan Tukang Gigi bermacam-macam, mulai dari menambal, mencabut, melakukan implan gigi, pasang kawat gigi, membuat dan memasang gigi tiruan. Praktek tersebut hampir menyamai kompetensi seorang dokter gigi. Dibekali dengan pendidikan secukupnya, bahkan yang sekedar autodidak, seorang sudah bisa menjadi Tukang Gigi.

Kepercayaan pemerintah terhadap profesi Tukang Gigi semakin menurun. Hal tersebut berimbas pada munculnya Peraturan Menteri No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang pencabutan Peraturan Menteri No. 339/MENKES/PER/V/1989 yang mengatur pekerjaan dan izin praktek tukang gigi. Munculnya Permenkes 1871 tersebut secara tidak langsung melarang praktek Tukang Gigi. Hal tersebut menuai protes dari seorang Tukang Gigi bernama Hamdani Prayogo yang melakukan pengajuan uji materi undang-undang tersebut kepada MK pada 16 April 2012.

Hasilnya, Ketua MK Mahfud MD, mengabulkan permohonan tersebut, dan Tukang Gigi diperbolehkan melakukan praktek kembali. MK beralasan bahwa keberadaan tukang gigi masih dibutuhkan di Indonesia. Ditambah lagi, pemerintah belum bisa menyediakan pelayanan kesehatan gigi yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sehingga keberadaan tukang gigi dapat menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi yang terjangkau.

Meskipun demikian, penyelenggaraan praktek Tukang Gigi harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.39 Tahun 2014. Dalam pasal 1 disebutkan bahwa Tukang Gigi adalah setiap orang yang mempunyai kemampuan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan. Artinya tukang Gigi tidak boleh melakukan praktek menambal, mencabut, implan gigi, dan pasang kawat gigi. Namun hanya sebatas membuat dan memasang gigi tiruan saja.

Seorang Tukang Gigi harus memiliki surat izin sebelum membuka praktek mandiri. Segala syarat dan ketentuan untuk memperoleh izin tersebut dijelaskan di dalam Permenkes RI No.39 Tahun 2014. Dimunculkannya Permenkes tersebut merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan Gigi dan Mulut masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan kompetensi para Tukang Gigi, pemerintah juga melakukan pelatihan, pembinaan, dan pengawasan terhadap para Tukang Gigi.

Fenomena ini dapat menjadi pelajaran bagi kita dalam meningkatkan kewaspadaan dalam memilih dan memilah pelayanan kesehatan yang bermutu. Alih-alih semakin sehat, ketidakwaspadaan dapat meningkatkan risiko kesehatan. Jadi gunakanlah jasa Tukang Gigi yang telah memiliki izin resmi dari pemerintah. Agar Anda terhindar dari dampak negatif yang tidak diinginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar